Powered By Blogger

Rabu, 25 Mei 2011

Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya

Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit
dalam Konteks Sosial Budaya


PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan
nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan
yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang sepanjang
hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak
bisa ditolak meskipun kadang -kadang bisa dicegah atau
dihindari.
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak
dan universal karena ada faktor -faktor lain di luar
kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial
budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian
yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang
lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi,
kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah
mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit
ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan
sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau
ketidakmampuan manusia beradap -tasi dengan lingkungan baik
secara biologis, psikologis maupun sosio budaya (1).
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa:
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan
sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat
sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur -unsur
fisik,
mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan
bagian integral kesehatan.
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia
menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan
lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk
angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk
melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit(2).
MASALAH SEHAT DAN SAKIT
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang
merupakan resultante dari berbagai masalah lingkungan yang
bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, sosial
budaya, perilaku, populasi penduduk, g enetika, dan
sebagainya.
Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho
socio somatic health well being , merupakan resultante dari 4
faktor(3)yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku,
Antara yang pertama dan kedua d ihubungkan dengan
ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi,
distribusi penduduk, dan sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang
bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku
merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan)
terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat.
Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien
sangat dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti kelas sosial,
perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan
yang sama (yang ditentukan secara klinis), bergantung dari
variabel-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang
berbeda di kalangan pasien.
Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat
dijelaskan dari segi impersonal dan sistematik, yaitu bahwa
sakit merupakan satu keadaan atau satu hal yang disebabkan
oleh gangguan terhadap sistem tubuh manusia.
Pernyataan tentang pengetahuan ini dalam tradisi klasik
Yunani, India, Cina, menunjukkan model keseimbangan
(equilibrium model) seseorang dianggap sehat apabila unsur -
unsur utama yaitu panas dingin dalam tubuhnya berada dalam
keadaan yang seimbang. Unsur-unsur utama ini tercakup dalam
konsep tentang humors, ayurveda dosha, yin dan yang.
Departemen Kesehatan RI telah mencanangkan kebijakan
baru berdasarkan paradigma sehat (4).
Paradigma sehat adalah
cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang
bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat
masalah
kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak
faktor secara dinamis dan lintas sektoral, dalam suatu
wilayah
yang berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan per -
lindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya
penyembuhan penduduk yang sakit.
Pada intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama
terhadap kebijakan yang bersifat pencegahan dan promosi
kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi sumber daya untuk
menjaga agar yang sehat tetap sehat namun teta p mengupayakan
yang sakit segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan tersebut
menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan kegiatan
kesehatan daripada mengobati penyakit.
Telah dikembangkan pengertian tentang penyakit yang
mempunyai konotasi biomedik dan sosio kultural(5).
Dalam bahasa Inggris dikenal kata disease dan illness
sedangkan dalam bahasa Indonesia, kedua pengertian itu
dinamakan penyakit. Dilihat dari segi sosio kultural
terdapat perbedaan besar antara kedua pengertian tersebut.
Dengan disease dimaksudkan gangguan fungsi atau adaptasi
dari proses-proses biologik dan psikofisiologik pada seorang
individu, dengan illness dimaksud reaksi personal,
interpersonal, dan kultural terhadap penyakit atau perasaan
kurang nyaman (1).
Para dokter mendiagnosis dan mengobati disease, sedangkan
pasien mengalami illness yang dapat disebabkan oleh
disease illness tidak selalu disertai kelainan organik
maupun fungsional tubuh.
Tulisan ini merupakan tinjauan pustaka yang membahas
pengetahuan sehat-sakit pada aspek sosial budaya dan
perilaku manusia; serta khusus pada interaksi antara
beberapa aspek ini yang mempunyai pengaruh pada kesehatan
dan penyakit.
Dalam konteks kultural, apa yang disebut sehat dalam suatu
kebudayaan belum tentu disebut sehat pula d alam kebudayaan
lain. Di sini tidak dapat diabaikan adanya faktor penilaian
atau faktor yang erat hubungannya dengan sistem nilai.
KONSEP SEHAT SAKIT MENURUT BUDAYA MASYARAKAT
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, sosial
dan pengertian profesional yang beragam. Dulu dari sudut
pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan
kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah seseder -
hana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek. WHO
melihat sehat dari berbagai aspek (6).
Definisi WHO (1981): Health is a
state of complete physical, mental and social well -being,
and not merely the absence of disease or infirmity.
WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan
sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial
seseorang. Sebatas mana seseorang dapat dianggap sempurna
jasmaninya ?
Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang
sebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian
pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah
laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara
keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia yang
mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri
ditentukan oleh budaya: hal ini karena penyakit merupakan
pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan
peran normalnya secara wajar.
Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena
yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai macam
penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat
menimbulkan penyakit.
Masyarakat dan pengobat tradisional menganut dua konsep
penyebab sakit, yaitu: Naturalistik dan Personalistik. Penyebab
bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit
akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan), ke -
biasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubu h, termasuk juga
kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit
bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut pengobat tradisional
(Battra) sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni
suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan badan atau
kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang dirasakan.
Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal,
wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari -hari
dengan gairah.
Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan
yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan
sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan
aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat (7).
Sedangkan konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit
(illness) disebabkan oleh intervensi suatu agen aktif yang
dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau
roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang
tenung). Menelusuri nilai budaya, misalnya mengenai
pengenalan kusta dan cara perawatannya. Kusta telah dik enal
oleh etnik Makasar sejak lama.
Adanya istilah kaddala sikuyu (kusta kepiting) dan kaddala
massolong (kusta yang lumer), merupakan ungkapan yang
mendukung bahwa kusta secara endemik telah berada dalam
waktu yang lama di tengah-tengah masyarakat tersebut(8).
Hasil penelitian kualitatif dan kuantitatif atas nilai -
nilai budaya di Kabupaten Soppeng, dalam kaitannya dengan
penyakit kusta (Kaddala,Bgs.) di masyarakat Bugis
menunjukkan bahwa timbul dan diamalkannya leprophobia secara
ketat karena menurut salah seorang tokoh budaya, dalam
nasehat perkawinan orang-orang tua di sana, kata kaddala
ikut tercakup di dalamnya.
Disebutkan bahwa bila terjadi pelanggaran melakukan hubungan
intim saat istri sedang haid, mereka (kedua mempelai) akan
terkutuk dan menderita kusta/kaddala.
Ide yang bertujuan guna terciptanya moral yang agung di
keluarga baru, berkembang menuruti proses komunikasi dalam
masyarakat dan menjadi konsep penderita kusta sebagai
penanggung dosa. Pengertian penderita sebagai akibat dosa
dari ibu-bapak merupakan awal derita akibat leprophobia.
Rasa rendah diri penderita dimulai dari rasa rendah diri
keluarga yang merasa tercemar bila salah seorang anggota
keluarganya menderita kusta. Dituduh berbuat dosa melakukan
hubungan intim saat istri sedang haid bagi seorang fanatik
Islam dirasakan sebagai beban trauma psikosomatik yang
sangat berat(8).
Orang tua, keluarga sangat menolak anaknya didiagnosis
kusta. Pada penelitian Penggunaan Pelayanan Kesehatan Di
Propinsi Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat (1990),
hasil diskusi kelompok di Kalimantan Timur menunjukkan
bahwa anak dinyatakan sakit jika menangis terus, badan
berkeringat, tidak mau makan, tidak mau tidur, rewel, kurus
kering. Bagi orang dewasa, seseorang dinyatakan sakit kala u
sudah tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, tidak enak
badan, panas dingin, pusing, lemas, kurang darah, batuk -
batuk, mual, diare.
Sedangkan hasil diskusi kelompok di Nusa Tenggara Barat
menunjukkan bahwa anak sakit dilihat dari keadaan fisik
tubuh dan tingkah lakunya yaitu jika menunjukkan gejala
misalnya panas, batuk pilek, mencret, muntah -muntah, gatal,
luka, gigi bengkak, badan kuning, kaki dan perut bengkak.
Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan
kedokteran modern, mempunyai pengetahuan yang menarik
mengenai masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit
adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda -
tanda penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan
lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur tergan ggu, dan
badan lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja.
Pada penyakit batin tidak ada tanda -tanda di badannya,
tetapi bisa diketahui dengan menanyakan pada yang gaib. Pada
orang yang sehat, gerakannya lincah, kuat bekerja, suhu
badan normal, makan dan tidur normal, penglihatan terang,
sorot mata cerah, tidak mengeluh lesu, lemah, atau sakit -
sakit badan(9).
Sudarti (1987) menggambarkan secara deskriptif persepsi
masyarakat beberapa daerah di Indonesia mengenai sakit dan
penyakit; masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan
individu mengalami serangkaian gangguan fisik yang menim -
bulkan rasa tidak nyaman. Anak yang sakit ditandai dengan
tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak nafsu makan.
Orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja,
kehilangan nafsu makan, atau "kantong kering" (tidak punya
uang).
Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit
ke dalam 3 bagian yaitu :
1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap
tubuh manusia
2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas
dan dingin.
3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.).
Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan
pertama dan ke dua, dapat digunakan obat -obatan, ramuanramuan,
pijat, kerok, pantangan m akan, dan bantuan tenaga
kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus
dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan
demikian upaya penanggulangannya tergantung kepada
kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit.
Beberapa contoh penyakit pada bayi dan anak sebagai berikut :
a. Sakit demam dan panas.
Penyebabnya adalah perubahan cuaca, kena hujan, salah
makan, atau masuk angin. Pengobatannya adalah dengan cara
mengompres dengan es, oyong, labu putih yang dingin atau
beli obat influensa. Di Indramayu dikatakan penyakit adem
meskipun gejalanya panas tinggi, supaya panasnya turun.
Penyakit tampek (campak) disebut juga sakit adem karena
gejalanya badan panas.
b. Sakit mencret (diare).
Penyebabnya adalah salah makan, makan kacang terlalu
banyak, makan makanan pedas, makan udang, ikan, anak
meningkat kepandaiannya, susu ibu basi, encer, dan lain -
lain.
Penanggulangannya dengan obat tradisional misalkan dengan
pucuk daun jambu dikunyah ibunya lalu diberikan kepada
anaknya (Bima Nusa Tenggara Barat) obat lainnya adalah
Larutan Gula Garam (LGG), Oralit, pil Ciba dan lain -lain.
Larutan Gula Garam sudah dikenal hanya proporsi campuran -
nya tidak tepat.
c. Sakit kejang-kejang
Masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa sakit panas
dan kejang-kejang disebabkan oleh hantu. Di Sukabumi disebut
hantu gegep, sedangkan di Sumatra Barat disebabkan hantu
jahat. Di Indramayu pengobatannya adalah dengan dengan
pergi ke dukun atau memasukkan bayi ke bawah tempat tidur
yang ditutupi jaring.
d. Sakit tampek (campak)
Penyebabnya adalah karena anak terkena panas dalam,
anak dimandikan saat panas terik, atau kesambet. Di
Indramayu
ibu-ibu mengobatinya dengan membalur anak dengan asam
kawak, meminumkan madu dan jeruk nipis atau memberikan
daun suwuk, yang menurut kepercayaan dapat mengisap
penyakit.
KEJADIAN PENYAKIT
Penyakit merupakan suatu fenomena kompleks yang
berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan
cara hidup manusia dapat merupakan penyebab bermacam -
macam penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat
yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya.
Ditinjau dari segi biologis penyakit merupakan kelainan
berbagai organ tubuh manusia, sedangkan dari segi kemasya -
rakatan keadaan sakit dianggap sebagai peny impangan perilaku
dari keadaan sosial yang normatif. Penyimpangan itu dapat
disebabkan oleh kelainan biomedis organ tubuh atau lingkung -
an manusia, tetapi juga dapat disebabkan oleh kelainan
emosional dan psikososial individu bersangkutan. Faktor
emosional dan psikososial ini pada dasarnya merupakan akibat
dari lingkungan hidup atau ekosistem manusia dan adat
kebiasaan manusia atau kebudayaan (11).
Konsep kejadian penyakit menurut ilmu kesehatan ber -
gantung jenis penyakit. Secara umum konsepsi ini ditentukan
oleh berbagai faktor antara lain parasit, vektor, manusia
dan lingkungannya.
Para ahli antropologi kesehatan yang dari definisinya dapat
disebutkan berorientasi ke ekologi, menaruh perhatian pada
hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan alamnya,
tingkah laku penyakitnya dan cara -cara tingkah laku
penyakitnya mempengaruhi evolusi kebudayaannya melalui
proses umpan balik (Foster, Anderson, 1978) (12).
Penyakit dapat dipandang sebagai suatu unsur dalam
lingkungan manusia, seperti tampak pada ciri sel-sabit
(sickle-cell) di kalangan penduduk Afrika Barat, suatu
perubahan evolusi yang adaptif, yang memberikan imunitas
relatif terhadap malaria.
Ciri sel sabit sama sekali bukan ancaman, bahkan
merupakan karakteristik yang diing inkan karena memberikan
proteksi yang tinggi terhadap gigitan nyamuk Anopheles.
Bagi masyarakat Dani di Papua, penyakit dapat merupakan
simbol sosial positif, yang diberi nilai -nilai tertentu.
Etiologi penyakit dapat dijelaskan melalui sihir, tetapi
juga sebagai akibat dosa. Simbol sosial juga dapat merupakan
sumber penyakit. Dalam peradaban modern, keterkaitan antara
simbol-simbol sosial dan risiko kesehatan sering tampak
jelas, misalnya remaja merokok.
Suatu kajian hubungan antara psikiatri dan ant ropologi dalam
konteks perubahan sosial ditulis oleh Rudi Salan (1994)
berdasarkan pengalaman sendiri sebagai psikiater; salah satu
kasusnya sebagai berikut: Seorang perempuan yang sudah cukup
umur reumatiknya diobati hanya dengan vitamin dan minyak
ikan saja dan percaya penyakitnya akan sembuh.
Menurut pasien penyakitnya disebabkan karena "darah kotor"
oleh karena itu satu-satunya jalan penyembuhan adalah dengan
makan makanan yang bersih , yaitu `mutih' (ditambah vitamin
seperlunya agar tidak kekurang an vitamin) sampai darahnya
menjadi bersih kembali. Bagi seorang dokter pendapat itu
tidak masuk akal, tetapi begitulah kenyataan yang ada dalam
masyarakat.
PERILAKU SEHAT DAN PERILAKU SAKIT
Penelitian-penelitian dan teori-teori yang dikembangkan
oleh para antropolog seperti perilaku sehat (health
behavior), perilaku sakit (illness behavior) perbedaan
antara illness dan disease, model penjelasan penyakit
(explanatory model ), peran dan karir seorang yang sakit
(sick role), interaksi dokter-perawat, dokter-pasien,
perawat-pasien, penyakit dilihat dari sudut pasien, membuka
mata para dokter bahwa kebenaran ilmu kedokteran modern
tidak lagi dapat dianggap kebenaran absolut dalam proses
penyembuhan (13).
Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tin dakan
yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar mem -
peroleh kesembuhan, sedangkan perilaku sehat adalah tindakan
yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan
kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olah raga dan
makanan bergizi(14).
Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu
yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum tentu
mereka betul-betul sehat. Sesuai dengan persepsi tentang
sakit dan penyakit maka perilaku sakit dan perilaku sehat
pun subyektif sifatnya. Persepsi masyarakat tentang sehat -
sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa
lalu di samping unsur sosial budaya. Sebaliknya petugas
kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kreter ia medis
yang obyektif berdasarkan gejala yang tampak guna
mendiagnosis kondisi fisik individu.
PERSEPSI MASYARAKAT
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda
antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena
tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam
masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang
berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di
masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke generasi
berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit
malaria, yang saat ini masih ada di beberapa daerah pedesaan
di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah
sagu yang tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa,
tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan lebat.
Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik
penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang yang
melanggar ketentuannya.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk
tanah pertanian, dan lain-lain akan diganjar
hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi,
menggigil, dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh
dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian
memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di
minum dan dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam
beberapa hari penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan
ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah secara turun
temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan Allah, makhluk
gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang,
dan sebagainya.
Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita
demam sangat tinggi diobati dengan cara menyiram air di
malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi -jampi
oleh dukun dan pemuka masyarakat yang disegani digunakan
sebagai obat malaria.
PENUTUP
Cara dan gaya hidup manusia, adat istiadat, kebudayaan,
kepercayaan bahkan seluruh peradaban manusia dan ling -
kungannya berpengaruh terhadap penyakit. Secara fisiologis
dan biologis tubuh manusia selalu berinteraksi dengan
lingkungannya.
Manusia mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan
yang selalu berubah, yang sering membawa serta penyakit baru
yang belum dikenal atau perkembangan/perubahan penyakit
yang sudah ada.
Kajian mengenai konsekuensi kesehatan perlu memper -
hatikan konteks budaya dan sosial masyarakat .
KEPUSTAKAAN
1. Kliemen, 1978
2. Biro Pusat Statistik. Profil Statistik Wanita, Ibu dan
Anak di Indonesia.
Jakarta, 1994.
3. Blum HL. Planning for Health; Developme nt Application of
Social
Change Theory. , New York: Human Science Press, 1972. p.3.
4. Paradigma Sehat, Pola Hidup Sehat, dan Kaidah Sehat.
Pusat Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan RI, 1998.
5. Capra, 1982
6. Arie Walukow. Dari Pendidikan Kesehatan ke Promosi
Kesehatan.
Interaksi 2004; VI (XVII):4
7. Profil Pengobat Tradisional di Indonesia. Dir. Bina Peran
Serta Masy.,
DirJen. Pembinaan Kes.Mas.. Departemen Kesehatan RI. 1997.
hal. 4
8. Ngatimin, HM.Rusli. Dari Nilai Budaya Bugi s di Sulawesi
Selatan.
Apakah kusta ditakuti atau dibenci?. Lembaga Pengabdian
Masyarakat
Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang. 1992.
9.
Nizar Zainal Abidin. Laporan Penelitian Pengobatan
Tradisional Daerah
Bandung. Disajikan pada Lokakarya II tentan g Penelitian
Pengobatan
Tradisional. Ciawi, 22-24 Februari 1993.
10. Sudarti, 1987
11. Loedin AA. Dalam:Lumenta B.Penyakit, Citra Alam dan
Budaya.
Tinjauan Fenomena Sosial. Cet.pertama Penerbit Kanisius,
1989. hal.7-8.
12. Priyanti Pakan, MF.Hatta Swa sono. Antropologi Kesehatan.
Jakarta:
Percetakan Universitas Indonesia, 1986.
13. Rudi Salan. Interface Psikiatri Antropologi. Suatu
kajian hubungan antara
psikiatri dan antropologi dalam konteks perubahan sosial.
Disampaikan
dalam Seminar Perilaku dan Penyakit dalam Konteks Perubahan
Sosial.
Kerjasama Program Antropologi Kesehatan Jurusan Antropologi
Fisip UI
dengan Ford Foundation , Jakarta 24 Agustus 1994. hal 13.
14.
Solita Sarwono. Sosiologi Kesehatan: beberapa konsep beserta
aplikasinya. Gajah Mada University Press. Cet. pertama,
1993. hal. 31-
36.
15. WHO. The Otta wa Charter for Health Promotion,1986.
Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit
dalam Konteks Sosial Budaya

Rabu, 18 Mei 2011

informasi vitamin

2.1 VITAMIN A
2.1.1 ACEVIT mecosin T
Tiap kaplet : beta karoten 10.000 UI vit –c 500 mg , vit – E 100 UI .
Indikasi : defisiensi vitamin A , C , dan E . DS : sehari 1 kaplet . KM : ( HNA+) Dos 3x 10 Kaplet Rp 22.000
21.2 AMAROPO phapros K
Tiap kapsul : beta karoten 6 mg , vit –C 100 mg , vit- E 25 mg .
Indikasi : suplemen untuk mencegah kekurangan vitamin A , C dan E . Dosis : 1-2 x sehari 1 kapsul KM : ( HET) Dos 10x10 kapsul Rp 86.650 , botol 30 kapsul Rp 23.050
2.1.3. ANTION Landson , Pertiwi Agung B
Tiap kapsul : Beta karoten 6 mg , vit –C 100 mg Vit – E 25 mg
Indikasi : vitamin suplemen . dosis : 1 kapsul sehari . KM : (HNA+) Dos 10x10 kapsul Rp 99.000
2.1.4 BECECAR Interbat B
Tiap kapsul : Vit-E 25 mg . Vit-C 100 mg , betakaroten 6 mg .
Indikasi : ssuplemen vitamin . DS : sekali sehari 1 kapsul . KM : Dos 10x10 kapsul .
2.1.5 BEFIT Sunthi Sepuri B
Tiap tablet : Beta karoten 5000 UI , vit – C 300 mg , vit- E 50 mg , Zn 150 mcg .
Indikasi : vitamin dan antioksidan . DS: Sekali sehari 1 tablet pada waktu makan . KM : (HNA) Dos 10 x6 tablet Rp .49.200
2.1. 6 BETA C –E O tto B
Tiap kapsul : Beta karoten 10.000 UI , vit- C 60 mg , vit – E 12 mg
Indikasi : suplemen vitamin . DS : 1-2X sehari 1 kapsul . KM : (HNA) Dos 10x10 kapsul Rp.80.000
2.1.7. BEVIZIL Sanbe Farma T
Tiap filocap : beta karoten 10% 30 mg (5.000 UI ) , Vit – C 200 mg , vit- E 50 mg , Zn 15 mg ,selenium 25 mg .
Indikasi : suplemen vitamin . KM : ( HNA ) D os 25 x 4 tablet Rp. 97.500
2.1.8. FOLAMIL Dexa Medica B
Tiap kaplet : Beta karoten 10000 UI ,Vit-B1 10 mg , Vit-B2 2,5 mg , nikotimanida 20 mg , Vit-B6 15 mg
Ca-pantotenat 7,5 mg ,Vit-B12 mcg , Vit-C 100 mg , Vit –D 400 UI , asam folat 1 mg , Ca-laktat 250 mg ,NaF 1 mg .
Indikasi : Nutrisi tambahan selama masa kehamilan dan menyusui , KM: hipersensitivitas , kandungan flour dalam air minum atau makanan > 0,7 ppm . DS: 1 kaplet sehari , KM : ( HNA ) Dos 25x4 kaplet Rp.67.500,
2.2 VITAMIN B1
2.2.1 ALINAMIN Takeda B
Tiamina tetrahidrosulfuri disulfida basa 5 mg /tablet salut gula .
Indikasi :pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin B1, seperti beri-beri dan neuritis.DS:Tablet:1 tablet sehari ,KM: Dos 10x10 tablet ;100x10 tablet.
2.2.2 ALINAMIN –F Takeda Tab. B;inj. K
Tiap ml injeksi alinamin F :tiamina tetrahidrosulfuril disulfida basa 2,5 mg , glukosa 200 mg . Tiap tablet tablet alinamin F :tiamin tetrahidrosulfida basa 50 mg ,vit-B2 5 mg .
Indikasi : injeksi:pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin B1, seperti beri- beri dan neuritis ;tablet:pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin B1 dan B2 ,seperti beri-beri dan neuritis .DS:Tablet : 1 tablet sehari ;injeksi :1-2xsehari 10-20 ml injeksi secara intravena dan perlahan-lahan .KM:Dos 6x10 tablet ;10x10 tablet; 100x10 tablet; 5 ampul injeksi 10 ml.
2.2.3. ARCALION Servier , Darya Varia k
Bisbutiltiamin 200 mg/tablet salut.
Indikasi :berbagai kelemahan ,terutama karena pengaruh obat tertentu,kehamilan masa penyembuhan ,terkena penyakit infeksi atau parasit dan impotensi psikogenik ,kelemahan fisik ,kerja otak yang berat dan kebutuhan lebih banyak vit-B1 ,ES: dapat mengakibatkan air kemih berbau . DS: Sehari 2 tablet , waktu pagi ; kasus parah : sehari 3 tablet .KM: Dos 60 tablet
2.2.4 BESTON Tanabe Abadi B
Bisbutiltiamina 200 mg /tablet salut .
Indikasi :Defisiensi B1 bila penyerapan vitamin ini dari makanan tidak mencukupi karena kebutuhan meningkat pada penyakit katabolik : hipertirodisme , wanita hamil , baru melahirkan , menyusui , nyeri saraf , nyeri otot , nyeri sendi dll. DS: Dewasa:2Xsehari 1 tablet sehari .dosis dapat ditambah atau dikurangi sesuai berat ringan gejala .KM:(HNA+) Dos 100 tablet Rp 72.582.
2.3. MINERAL
2.3.1. ASPAR – K Tanabe Abadi K
Kalium L – aspartat 300 mg/tablet salut film .
Indikasi : sebagai suplemen kalium pada gejala yang disertai keseimbangan abnormal dari elektrolit :jantung, hati , tetraplegi peroidik hipokalemia disebabkan pemberian jangka panjang obat diuretika antihipertensi ,adreno kortokosteroid , digitalis; diare, muntah , DS: 1-3 tablet 3x sehari ,dosis ditingkatkan sesuai gejala .KM (HNA+) Dos 100 tablet Rp 131.1967
2.3.2 BIOCALCIN Bernofarm B
Tiap 5 ml sirop vit-A 3000 UI ,Vit-D3 600 UI , vit –B1 3 mg ,vit-B6 1 mg , vit-B12 5 mcg , niasinamida 20 mg, vit- C 30 mg , Ca-pantotenat 5 mg ,Ca-gliserofosfat 100 mg ,
Indikasi : merangsang pertumbuhan bayi dan anak , meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi ,suplemen gizi pada wanita hamil ,menambah selera makan dan masa pertumbuhan .DS : Anak sampai 1 tahun : sehari 2,5 ml;1-12 tahun :sehari 5 ml ;dewasa : sehari 5-10 ml ,KM :botol 100 ml sirop .
2.3.3. Ca-C 1000 FORTE Novartis B
Tiap tablet buih: kalsium laktat glukonat 2,9 g, kalsium karbonat 300 mg .
Indikasi : bertambahnya keperluan akan kalsium seperti kehamilan , masa nifas , osteosoporosis dan keadaan dekalsifikasi.
KL : insufisiensi ginjal yang parah . DS : osteoporosis : Awal : 3x sehari 2 tablet buih ,larutan dalam segelas air , kemudian kurangi bertahap menjadi 2xsehari 1 tablet . KM: (HNA) Tube 10 tablet Rp .31.650.
2.3.4. CALCIUM SANDOZ SIROP Novartis B
Tiap ml sirop : kalsium glukono-galakto-glukonat 287,5 mg ,kalsium laktobionat 59 mg.
Indikasi : bertambahnya keperluan akan kalsium ,gangguan etabolisme kalsium , keadaan alergi ,peradangan dan keadaan eksudatif, DS: anak sampai 3 tahun : 2-5xsehari 15 ml ,120 ml sirop Rp 33.305
2.3.5. DUMOCALCIN Alpharma B
Kalsium hidrogenfosfat 500 mg /tablet dengan rasa pepermin dan rasa coklat
Indikasi : untuk pembentukan tulang dan gigi ,mencegah dan mengobati raktitis, untuk wanita dan keadaan dimana kadar kalsium darah dan urine meniggi , DS: 2Xsehari ,Dewasa :2-4 tablet ;anak 1-2 tablet .KM : Dos 100 tablet rasa pepermin dan rasa coklat.
2.3.6. HUFALACT Gratia B
Kalsium laktat 300 mg ;500 mg/kaplet .
Indikasi :terapi suplemen pada hipokalsemia atau kebutuhan kalsium meningkat seperti pada kehamilan , menyusui ,penggunaan kortikosteriod dalam jangka lama. KI:gangguan fungsi ginjal atau riwayat batu kalsium saluran kemih ;penderita dengan pengobatan glikosida jantung .ES: sembelit , iritasi gastrointestinal. DS:3xsehari 1-2 kaplet. KM: Kaleng 1.000 kaplet 300 mg Rp.32.645 ,;1000 kaplet 500 mg Rp 43.000